infowarkop.web.id Di sebuah desa kecil di Sukabumi, kreativitas dan ketekunan menjadi bagian penting dalam kehidupan seorang seniman bernama Nay Sunarya. Ia tinggal di Kampung Selajambu, sebuah wilayah yang tenang dengan latar pegunungan dan suasana pedesaan yang sederhana. Berbeda dengan kebanyakan seniman lain yang menggunakan cat minyak atau cat akrilik, Nay justru memilih media yang tidak biasa: ampas kopi dan jelaga asap lampu minyak.
Di ruang kerjanya yang sederhana di Desa Sasagaran, aroma khas kopi bercampur dengan bau jelaga memenuhi udara. Di tempat inilah ia melukis, menorehkan karya seni rupa dengan ketelitian tinggi. Teknik yang digunakan Nay mungkin terlihat sederhana, tetapi hasilnya mampu menarik perhatian banyak pecinta seni.
Awal Mula Teknik Unik yang Lahir dari Ketidaksengajaan
Keahlian Nay dalam memanfaatkan ampas kopi dan jelaga tidak lahir dari proses panjang yang direncanakan. Justru, teknik tersebut muncul dari eksperimen kecil di rumah. Saat ia melihat ampas kopi yang mengering membentuk pola menarik, ia mulai membayangkan kemungkinan besar untuk mengolahnya menjadi medium seni. Eksperimen demi eksperimen dilakukan, hingga akhirnya ia menemukan tekstur dan warna yang tepat.
Jelaga asap lampu minyak juga menjadi elemen penting dalam karya Nay. Jelaga memberikan warna hitam yang pekat, kuat, dan misterius. Ketika dikombinasikan dengan ampas kopi, terbentuk kontras yang unik. Permainan warna ini membuat gambar terlihat hidup, memiliki kedalaman, dan kesan artistik yang kuat.
Proses Berkarya yang Penuh Kesabaran
Nay bekerja dengan sangat teliti. Setiap guratan harus presisi, karena bahan yang digunakan tidak mudah dihapus atau diperbaiki. Ampas kopi yang sudah melalui proses pengeringan ditaburkan, dilekatkan, atau ditekan dengan berbagai alat sederhana sesuai kebutuhan komposisi gambar.
Sementara itu, jelaga asap lampu minyak digunakan sebagai elemen garis atau bayangan. Bahan ini menempel halus pada kertas khusus yang ia siapkan. Nay harus berhati-hati saat menorehkan jelaga, karena sedikit sentuhan berlebihan dapat merusak komposisi.
Menurutnya, “Bahan ini hidup, dia bergerak dan berubah seiring teknik yang dipakai. Kita harus menghormati karakter setiap elemen.” Kalimat itu menunjukkan betapa ia memandang bahan sederhana ini sebagai bagian dari proses artistik, bukan sekadar limbah.
Karya yang Menghasilkan Pendapatan untuk Keluarga
Kemampuan Nay dalam menciptakan karya seni unik tidak hanya menghasilkan kepuasan batin, tetapi juga pendapatan yang cukup menjanjikan. Ia mampu menjual karya-karyanya dengan harga mencapai tiga juta rupiah per lukisan, tergantung tingkat kerumitan dan ukuran.
Pembeli datang dari berbagai daerah, bahkan beberapa dari luar Jawa. Mereka tertarik pada ciri khas lukisan Nay yang berbeda dari karya seniman lain. Banyak yang mengatakan bahwa penggunaan ampas kopi dan jelaga memberikan nuansa organik yang tidak bisa ditemukan pada media seni modern.
Dengan pendapatan tersebut, Nay mampu membantu memenuhi kebutuhan keluarganya. Seni menjadi sumber penghidupan yang tidak hanya membanggakan, tetapi juga menginspirasi.
Dukungan Lingkungan dan Masyarakat
Keberhasilan Nay tidak terlepas dari dukungan masyarakat sekitar. Banyak tetangga dan teman yang membantu mengumpulkan ampas kopi atau menyediakan bahan keperluan lain seperti kertas dan alat sederhana. Lingkungan desa yang penuh rasa gotong royong membuat proses penciptaan karya terasa lebih penuh kebersamaan.
Selain itu, kegiatan seni Nay telah mengundang perhatian pemerintah daerah dan komunitas kreatif. Mereka melihat karya Nay sebagai simbol bahwa kreativitas tidak memerlukan modal besar, tetapi kepekaan dan kesungguhan.
Beberapa komunitas seni di Sukabumi bahkan mengundang Nay untuk berbagi pengalaman dalam workshop. Ia diminta menunjukkan teknik pembuatan tekstur ampas kopi hingga cara mengelola jelaga menjadi medium seni. Banyak peserta yang terinspirasi oleh kesederhanaan namun keunikan teknik tersebut.
Seni yang Mengangkat Potensi Lokal
Karya seni Nay bukan hanya hasil kreativitas individual. Ia juga membawa pesan mengenai potensi lokal yang bisa dikembangkan menjadi nilai ekonomi. Ampas kopi, misalnya, adalah limbah rumah tangga yang sering terbuang begitu saja. Namun melalui tangan terampil, bahan tersebut bisa menjadi karya bernilai tinggi.
Seni jelaga yang ia tekuni juga mengangkat kembali tradisi lampu minyak yang mulai jarang digunakan. Jelaga yang biasanya dianggap kotor justru menjadi medium yang memperlihatkan kedalaman warna dan karakter kuat pada garis-garis lukisan.
Banyak warga setempat yang mulai menyadari bahwa seni tidak selalu membutuhkan bahan mahal. Justru kreativitas yang lahir dari lingkungan sendiri bisa menjadi ciri khas dan memiliki daya tarik lebih besar di mata penikmat seni.
Harapan ke Depan bagi Seniman Lokal
Nay berharap ke depan ia bisa memiliki ruang pamer kecil untuk menampilkan karya-karyanya. Ia juga ingin membuka kelas seni bagi anak-anak desa, agar mereka bisa belajar bahwa kreativitas tidak memiliki batas.
Dengan berkembangnya teknologi digital, Nay juga mulai mempelajari cara memasarkan karyanya secara daring. Ia menyadari bahwa akses internet membuka peluang lebih luas bagi seniman lokal untuk dikenal secara nasional bahkan internasional.
Penutup
Kisah Nay Sunarya dari Sukabumi menunjukkan bahwa seni bisa lahir dari bahan-bahan sederhana yang ditemukan di sekitar rumah. Dengan ampas kopi dan jelaga asap, ia menciptakan karya bernilai jutaan rupiah. Lebih dari itu, ia menginspirasi masyarakat bahwa kreativitas tidak membutuhkan kemewahan—cukup ketekunan, kepekaan, dan keberanian untuk mencoba hal baru.
Karya Nay bukan hanya lukisan. Ia adalah wujud perjuangan, simbol ketangguhan, serta bukti bahwa seni dapat menjadi ruang untuk bertahan, berkembang, dan memberi harapan bagi banyak orang.

Cek Juga Artikel Dari Platform georgegordonfirstnation.com
