Harga Kopi Dunia Kembali Menguat Jelang Akhir Tahun
Harga kopi dunia kembali mencatatkan kenaikan signifikan pada perdagangan 23 Desember 2025. Lonjakan ini terjadi hampir di seluruh kontrak utama, baik kopi robusta di Bursa London maupun kopi arabika di Bursa New York. Kenaikan harga tersebut menandai berlanjutnya tren penguatan kopi global yang dipengaruhi oleh faktor cuaca, penurunan pasokan dari negara produsen utama, serta ketatnya stok dunia.
Bagi pelaku industri kopi, eksportir, hingga petani, kondisi ini menjadi sinyal penting bahwa pasar kopi masih berada dalam fase volatil tinggi. Faktor alam dan dinamika pasokan global terbukti sangat memengaruhi harga, bahkan menjelang penutupan tahun perdagangan.
Harga Kopi Robusta di Bursa London Naik Tajam
Di Bursa London, harga kopi robusta mencatatkan penguatan cukup agresif. Kontrak pengiriman Januari 2026 naik sebesar US$88 per ton atau 2,33 persen, sehingga diperdagangkan di level US$3.866 per ton. Sementara itu, kontrak Maret 2026 menguat US$99 per ton atau 2,7 persen ke posisi US$3.768 per ton.
Tak hanya itu, kontrak Mei 2026 juga mengalami kenaikan sebesar US$95 per ton atau 2,63 persen, menjadi US$3.708 per ton. Kontrak-kontrak bulan berikutnya turut menguat di kisaran US$100–105 per ton, menandakan sentimen bullish yang cukup merata di pasar robusta.
Kenaikan ini mencerminkan kekhawatiran pasar terhadap pasokan global, terutama di tengah ketergantungan dunia terhadap negara-negara produsen utama seperti Vietnam, Brasil, dan Indonesia.
Harga Kopi Arabika di New York Ikut Menguat
Di sisi lain, harga kopi arabika di Bursa New York juga menunjukkan tren positif. Kontrak pengiriman Maret 2026 naik 6,7 sen AS per pon atau 1,97 persen, ke level 347,35 sen AS per pon. Kontrak Mei 2026 meningkat 5,8 sen AS atau 2,09 persen menjadi 332,7 sen AS per pon.
Sementara itu, kontrak Juli 2026 mencatat kenaikan 6,75 sen AS per pon atau 2,13 persen, dan diperdagangkan di level 323,4 sen AS per pon. Kenaikan yang konsisten di berbagai kontrak ini mengindikasikan sentimen positif yang cukup kuat di pasar arabika.
Curah Hujan Rendah di Brasil Jadi Pemicu Utama
Lonjakan harga kopi dunia tidak lepas dari laporan cuaca di Brasil. Menurut Somar Meteorologia, wilayah Minas Gerais, yang merupakan sentra produksi kopi arabika terbesar di Brasil, hanya menerima 38,3 mm curah hujan pada pekan yang berakhir 19 Desember 2025. Angka tersebut setara dengan 76 persen dari rata-rata historis.
Kondisi cuaca kering ini memicu kekhawatiran terhadap proses pembungaan dan pembentukan buah kopi arabika. Dalam jangka menengah, situasi ini berpotensi menekan produksi dan kualitas panen, sehingga mendorong pelaku pasar melakukan aksi beli sebagai langkah antisipasi.
Ekspor Kopi Brasil Turun Tajam
Selain faktor cuaca, pasar juga merespons data ekspor dari Brasil. Kelompok eksportir kopi Brasil, Cecafe, melaporkan bahwa ekspor kopi hijau Brasil pada November 2025 turun 27 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, menjadi 3,3 juta kantong.
Penurunan ekspor ini memperkuat kekhawatiran pasar akan keterbatasan pasokan, terutama mengingat Brasil selama ini menjadi produsen dan eksportir kopi terbesar di dunia.
Produksi Kopi Global Naik, Tapi Stok Tetap Menipis
Berdasarkan laporan Desember 2025 dari United States Department of Agriculture (USDA), produksi kopi dunia musim 2025–2026 diproyeksikan mencapai 178,8 juta kantong, naik sekitar 3,5 juta kantong dari tahun sebelumnya dan menjadi rekor tertinggi.
Kenaikan produksi ini didorong oleh pemulihan produksi di Vietnam, serta produksi yang mencetak rekor di Indonesia dan Ethiopia. Namun, peningkatan tersebut belum sepenuhnya mampu menutupi penurunan produksi di Brasil dan Kolombia.
Di sisi konsumsi, permintaan kopi global terus meningkat dan diproyeksikan mencapai 173,9 juta kantong, juga merupakan rekor tertinggi. Akibatnya, stok akhir kopi dunia diperkirakan turun untuk tahun kelima berturut-turut, menjadi hanya 20,1 juta kantong.
Vietnam dan Indonesia Jadi Penopang Pasokan
Vietnam diproyeksikan memproduksi 30,8 juta kantong kopi, didorong oleh cuaca yang mendukung dan peningkatan penggunaan pupuk serta input produksi. Sekitar 95 persen produksi Vietnam masih didominasi oleh kopi robusta.
Sementara itu, Indonesia diperkirakan meningkatkan produksi kopi robusta sebesar 1,7 juta kantong, menjadi 11 juta kantong pada musim 2025–2026. Indonesia tetap mempertahankan posisinya sebagai produsen kopi robusta terbesar ketiga dunia, di bawah Vietnam dan Brasil.
Peningkatan produksi ini juga mendorong proyeksi ekspor kopi hijau Indonesia naik menjadi 7,8 juta kantong, dengan tujuan utama Uni Eropa, Amerika Serikat, dan Mesir.
Tekanan Pasokan Brasil Masih Jadi Kunci
Di sisi lain, total produksi kopi Brasil diproyeksikan turun menjadi 63 juta kantong, dengan produksi arabika anjlok sekitar 6 juta kantong akibat kekeringan dan suhu tinggi di Minas Gerais dan São Paulo. Penurunan ini diperkirakan menekan ekspor kopi hijau Brasil hingga 4 juta kantong, menjadi 37 juta kantong.
Kondisi inilah yang membuat pasar kopi tetap berada dalam tren sensitif terhadap berita cuaca dan produksi Brasil.
Prospek Harga Kopi ke Depan
Dengan stok global yang semakin menipis, konsumsi yang terus meningkat, serta ketidakpastian cuaca di negara produsen utama, harga kopi dunia berpotensi tetap volatil dalam beberapa bulan ke depan. Lonjakan harga pada akhir Desember 2025 menjadi refleksi bahwa pasar kopi masih rentan terhadap gangguan pasokan.
Bagi pelaku industri, situasi ini menuntut strategi manajemen risiko yang lebih matang. Sementara bagi petani, tingginya harga dapat menjadi peluang, meski tetap harus diimbangi dengan keberlanjutan produksi dan adaptasi terhadap perubahan iklim.
Harga kopi dunia kini tidak hanya soal permintaan dan penawaran, tetapi juga menjadi cerminan tantangan global di sektor pertanian.
Baca Juga : Patroli Dialogis Polsek Wungu Perkuat Kedekatan Polisi dan Warga di Desa Kresek
Jangan Lewatkan Info Penting Dari : carimobilindonesia

