infowarkop.web.id Kopi tidak lagi sekadar minuman penunda kantuk. Ia telah berevolusi menjadi simbol gaya hidup, kreativitas, dan kolaborasi lintas budaya. Hal itu tampak jelas dalam gelaran Jakarta International Coffee Conference (JICC), acara tahunan yang selalu dinantikan oleh pelaku industri dan penikmat kopi di seluruh Indonesia. Tahun ini, JICC kembali digelar di Gedung AA Maramis, Jakarta — sebuah bangunan bersejarah yang menghadirkan suasana klasik nan elegan bagi para pengunjung.
Gelaran JICC tahun ini menjadi yang ketiga setelah sebelumnya sukses diadakan di Sarinah. Setiap penyelenggaraan selalu menampilkan semangat baru dalam mengembangkan industri kopi Indonesia, baik dari sisi edukasi, bisnis, maupun inovasi produk.
Pusat Pertemuan Pecinta dan Pelaku Industri Kopi
Begitu memasuki area konferensi, aroma kopi dari berbagai booth langsung menyambut pengunjung. Para barista dari berbagai daerah memamerkan keahlian mereka dalam meracik kopi dengan teknik modern maupun tradisional. Di sudut lain, pengunjung bisa mencicipi berbagai varian kopi dari nusantara—mulai dari Gayo, Toraja, Flores, hingga Jawa Barat—masing-masing dengan karakter dan cita rasa unik.
JICC tak hanya sekadar pameran kopi. Acara ini juga menjadi ruang bertemunya para pelaku industri, mulai dari petani, roaster, distributor mesin kopi, hingga pemilik kedai dan pecinta kopi rumahan. Ajang ini menegaskan bahwa industri kopi Indonesia tak berdiri sendiri, melainkan hasil kolaborasi panjang antara banyak pihak yang bekerja di balik layar.
Kolaborasi Internasional di Dunia Kopi
Tahun ini, JICC menghadirkan tiga negara sahabat sebagai tamu kehormatan dan pembicara utama, yaitu Kolombia, Italia, dan Korea Selatan. Ketiganya dikenal memiliki tradisi kopi dan pendekatan berbeda dalam menikmati maupun mengembangkan industri kopi.
Kolombia, misalnya, dikenal sebagai salah satu produsen kopi arabika terbaik di dunia. Perwakilan negaranya membagikan pengalaman dalam menjaga kualitas panen sekaligus membangun citra kopi nasional di pasar global. Sementara Italia menyoroti sisi budaya espresso dan bagaimana ritual minum kopi menjadi bagian dari identitas masyarakatnya.
Di sisi lain, Korea Selatan memperlihatkan bagaimana industri kreatif berhasil mengubah kopi menjadi bagian dari budaya pop, dengan kedai bergaya tematik dan minuman kekinian yang digemari generasi muda. Kolaborasi lintas negara ini diharapkan menjadi inspirasi bagi pelaku kopi Indonesia untuk terus berinovasi dan memperluas jangkauan pasar.
Akademi Kopi dan Kompetisi Nasional
Selain pameran dan diskusi, JICC juga menghadirkan program baru yang sangat dinanti: Akademi Kopi. Program ini menjadi wadah edukasi bagi pelaku industri muda untuk mempelajari berbagai aspek kopi, mulai dari pengolahan biji, teknik penyeduhan, hingga manajemen bisnis kafe.
Para peserta mendapatkan kesempatan untuk belajar langsung dari para ahli, baik dari dalam maupun luar negeri. Dengan pendekatan praktis, akademi ini diharapkan bisa melahirkan generasi baru barista profesional dan wirausahawan kopi.
Tak kalah menarik, JICC juga menggelar kompetisi barista berskala nasional yang bekerja sama dengan Specialty Coffee Association of Indonesia (SCAI). Kompetisi ini berlangsung selama tiga hari dan melibatkan ratusan peserta dari berbagai daerah. Mereka dinilai berdasarkan teknik penyeduhan, rasa, konsistensi, dan kreativitas dalam penyajian kopi.
Suasana kompetisi berlangsung seru. Para peserta tampak fokus menyajikan kopi terbaiknya di depan dewan juri. Setiap gerakan mereka menggambarkan ketekunan dan cinta terhadap dunia kopi. Kompetisi ini bukan hanya ajang unjuk kebolehan, tetapi juga sarana mempererat hubungan antarbarista dari seluruh Indonesia.
Indonesia di Panggung Global Kopi
JICC tahun ini juga menegaskan posisi Indonesia sebagai salah satu negara produsen kopi terbesar di dunia. Dengan lebih dari 16 wilayah penghasil kopi utama, Indonesia memiliki keragaman rasa yang luar biasa. Namun, tantangannya adalah bagaimana menghadirkan kualitas yang konsisten dan membangun branding kopi nasional di kancah internasional.
Melalui acara seperti JICC, pelaku industri diharapkan dapat saling bertukar gagasan, memperluas jaringan, dan menemukan solusi untuk meningkatkan daya saing kopi Indonesia. Pemerintah dan asosiasi kopi turut mendukung langkah-langkah ini dengan menyediakan fasilitas riset, pelatihan petani, serta promosi melalui pameran global.
Selain itu, sejumlah pelaku usaha kecil menengah (UMKM) kopi juga mendapat kesempatan tampil di JICC. Mereka memamerkan produk inovatif seperti kopi ready-to-drink, cold brew botolan, dan dessert berbasis kopi. Produk-produk ini mendapat antusiasme besar dari pengunjung, terutama anak muda yang mencari pengalaman minum kopi yang lebih modern dan praktis.
Gedung Bersejarah, Semangat Modern
Pemilihan Gedung AA Maramis sebagai lokasi JICC memiliki makna simbolis. Gedung ini merupakan peninggalan bersejarah yang kini dihidupkan kembali melalui kegiatan kreatif. Perpaduan arsitektur klasik dan semangat modern menggambarkan transformasi kopi Indonesia yang tetap berakar pada tradisi, namun berorientasi ke masa depan.
Selama acara, pengunjung tak hanya bisa menikmati kopi, tetapi juga mengikuti sesi diskusi publik dan pameran seni bertema kopi. Beberapa seniman lokal bahkan menampilkan karya lukisan dari ampas kopi, menunjukkan bahwa kopi tak sekadar bahan minuman, melainkan juga sumber inspirasi.
Penutup
Jakarta International Coffee Conference bukan sekadar festival kopi, melainkan perayaan budaya, inovasi, dan kolaborasi global. Dari aroma biji kopi yang dipanggang hingga percakapan hangat antarbarista, semuanya mencerminkan semangat industri yang terus berkembang.
Melalui JICC, Indonesia memperkuat posisinya sebagai salah satu pemain utama dalam dunia kopi internasional. Lebih dari itu, acara ini menjadi bukti bahwa secangkir kopi mampu menyatukan ide, budaya, dan manusia dari berbagai belahan dunia.

Cek Juga Artikel Dari Platform faktagosip.web.id
