infowarkop.web.id, 10 Oktober 2025 — Kopi kini bukan sekadar minuman penambah semangat pagi, tetapi juga simbol perjuangan ekonomi dan kebanggaan lokal. Dalam program “Merajut Pangan Bumi Gora” yang disiarkan RRI Pro 1 Mataram bertema “Kopi, Cerminan Usaha Masyarakat NTB”, hadir Liana Suryaningsih Badrun, SP., M.Sc., Dosen Fakultas Pertanian Universitas Mataram, yang berbagi pandangan menarik tentang peran kampus dalam mendukung petani kopi di Nusa Tenggara Barat (NTB).
Menurut Liana, keterlibatan akademisi bukan sekadar penelitian di laboratorium, tetapi juga aksi nyata di lapangan untuk meningkatkan kapasitas petani dan memperkuat rantai nilai kopi NTB. “Kopi itu tidak hanya soal minuman, tapi juga soal budaya, ekonomi, dan keberlanjutan. Dan di sinilah kami melihat ruang peran untuk mendampingi masyarakat, baik dalam riset kualitas kopi maupun pemberdayaan petani,” ujarnya dalam siaran tersebut.
Tridarma Perguruan Tinggi Jadi Dasar Aksi
Keterlibatan Universitas Mataram, lanjut Liana, berlandaskan pada dua pilar tridarma perguruan tinggi, yaitu penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Melalui riset, dosen dan mahasiswa mengidentifikasi potensi unggulan kopi di berbagai wilayah NTB, seperti Sembalun, Bayan, dan Tambora. Sedangkan melalui pengabdian, mereka terjun langsung melakukan pendampingan terhadap kelompok petani.
“Kami tidak hanya meneliti, tapi juga belajar bersama petani. Kami bantu mereka memahami cara pascapanen yang benar, kualitas sangrai, dan pemasaran digital,” jelasnya.
Potensi Kopi NTB di Level Nasional dan Global
Kopi NTB, baik arabika maupun robusta, dinilai memiliki cita rasa unik yang membedakannya dari daerah lain. Hasil uji rasa (cupping test) menunjukkan karakteristik yang khas — dengan aroma lembut, keasaman seimbang, dan aftertaste manis.
“Cita rasa kopi NTB itu unik dan spesial. Kami sudah melakukan tes sendiri, dan hasilnya memang menunjukkan kualitas yang bisa dibanggakan,” ungkap Liana.
Ia menilai kopi NTB punya peluang besar untuk menembus pasar nasional bahkan internasional jika ditopang dengan branding yang kuat dan standar mutu yang konsisten.
Tantangan: “Rumus E dan A”
Meski potensi besar terbuka lebar, Liana tak menutup mata terhadap tantangan di lapangan. Salah satu hambatan utama adalah mindset sebagian pelaku usaha kopi yang belum terbiasa berpikir jangka panjang.
“Ada istilah lokal yang menarik: rumus ‘E dan A’, yaitu Eman (sayang) dan Abot (berat). Artinya, banyak yang merasa sayang untuk terus berjuang karena dianggap berat. Nah, ini yang harus kita ubah,” ujarnya.
Ia menekankan bahwa keberhasilan kopi NTB tak hanya bergantung pada dukungan teknologi dan modal, tapi juga ketekunan dan semangat kolektif komunitas petani.
Kolaborasi Lintas Sektor Jadi Kunci
Liana menilai pengembangan kopi NTB tidak bisa berjalan sendiri. Perlu sinergi antara pemerintah daerah, akademisi, swasta, dan komunitas petani agar potensi kopi benar-benar menjadi kekuatan ekonomi baru.
“Kita ingin kopi NTB bukan hanya dikenal sebagai komoditas ekspor, tapi juga sebagai simbol kemandirian dan kebanggaan daerah. Kalau semua pihak bergerak bersama, kopi bisa jadi penggerak ekonomi lokal,” tambahnya.
Selain pendampingan teknis, Liana juga menyoroti pentingnya promosi kopi NTB melalui event pariwisata, festival kopi, hingga pelatihan barista lokal untuk memperkuat rantai ekonomi dari hulu ke hilir.
Harapan: Dari Ladang ke Dunia
Sebagai penutup, Liana menyampaikan harapannya agar gerakan pengembangan kopi NTB terus melibatkan generasi muda dan kampus sebagai katalis perubahan. Ia yakin bahwa dengan riset berkelanjutan dan kemitraan sejajar antara petani dan akademisi, kopi NTB bisa menjadi primadona baru di kancah nasional bahkan global.
“Kopi NTB harus jadi kebanggaan kita bersama. Dari ladang di lereng Gora hingga cangkir di mancanegara, semangat masyarakat NTB harus tetap hidup di setiap tegukannya,” pungkasnya.
Cek juga artikel paling seru dan top di beritapembangunan.web.id

