Kopi dan Cerita dari Lereng Manglayang
infowarkop.web.id, Kecamatan Cilengkrang, Bandung, berdiri Warung Kopi Layangsari. Kedai sederhana ini bukan sekadar tempat menikmati kopi, tetapi juga ruang yang menyimpan cerita perjuangan petani Palintang dalam memperkenalkan kopi arabika microlot ke pasar yang lebih luas.
Onih, pemilik warung, menceritakan bahwa ide ini lahir pada 2017. Suaminya, Maman Suherman, ingin mengangkat nama Palintang lewat kopi, meski dana promosi sangat terbatas. “Awalnya promosi cuma lewat mulut ke mulut, gimana caranya supaya kopi Palintang dikenal,” ujar Onih, Sabtu (23/8/2025).
Awal Popularitas Kopi Palintang
Kopi Palintang mulai dikenal sejak 2015, ketika berhasil meraih juara kedua di sebuah festival kopi internasional. Sejak itu, produk kopi ini mulai menanjak popularitasnya sebagai kopi microlot premium.
Warung Kopi Layangsari kini menjadi etalase utama. Pengunjung tak hanya menikmati kopi, tapi juga mendengar kisah perjalanan para petani Palintang.
Menu dan Harga di Warung Kopi Layangsari
Warung ini menjual berbagai produk kopi, mulai dari biji kopi mentah (cherry dan green bean), kopi panggang, kopi bubuk, hingga kopi tubruk siap minum.
Harga kopi bubuk untuk proses natural, full wash, honey, dan wine dibanderol mulai dari Rp35.000 per 100 gram, sementara secangkir kopi tubruk dapat dinikmati dengan harga Rp10.000.
Selain kopi, pengunjung bisa memesan gorengan, mi instan, dan pisang hasil kebun warga. Namun, kopi murni Palintang tetap menjadi sajian utama yang direkomendasikan.
Perjuangan Petani Palintang
Secangkir kopi Layangsari menyimpan kisah perjuangan petani yang mengolah microlot kopi arabika. Awalnya, para petani hanya menjual biji kopi mentah dengan harga yang sangat rendah.
Perubahan mulai terasa setelah Aulia Asmarani, pendamping yang mengenal desa ini lewat program KKN, membantu para petani. Pengolahan kopi kini dilakukan dari hulu ke hilir, sehingga petani bisa mendapatkan nilai jual yang lebih layak.
“Kalau jual secangkir kopi Rp10.000 saja, mereka sudah merasakan lebih layak dibanding menjual bean mentah,” kata Rani, yang telah mendampingi petani Palintang selama 13 tahun.
Ramai di Akhir Pekan
Meski bukan berada di jalan utama, warung ini selalu ramai di akhir pekan. Banyak komunitas datang, seperti pesepeda gunung, pecinta motor trail, hingga warga sekitar yang ingin bersantai sambil menikmati udara sejuk pegunungan.
“Kebanyakan pesan kopi tubruk, soalnya di sini cepat dingin,” kata Onih sambil tersenyum.
Pemandangan Alam yang Menyegarkan
Selain kopi, keindahan alam menjadi daya tarik utama Warung Layangsari. Berada di area berbatasan antara Bandung, Subang, dan Sumedang, warung ini menawarkan pemandangan hijau nan asri.
Dari sini, pengunjung bisa melanjutkan perjalanan ke jalur off-road, menikmati hutan pinus, atau sekadar duduk sambil menyeruput kopi hangat di udara pegunungan yang sejuk.
Cek juga artikel terbaru dari marihidupsehat.web.id
