infowarkop.web.id – Kabar memilukan datang dari Bondowoso, Jawa Timur. Lahan kopi milik negara di kawasan Java Coffee Estate (JCE), Desa Kali Gedang, kembali menjadi sasaran perusakan oleh orang tak dikenal (OTK). Ironisnya, kejadian serupa telah terjadi tiga kali dalam waktu kurang dari satu tahun, meninggalkan luka mendalam bagi warga sekitar yang selama ini menggantungkan hidup dari kebun tersebut.
Di balik batang-batang kopi yang tumbang, tersimpan kisah kehilangan dan kekhawatiran. Ratusan keluarga di sekitar kawasan JCE kini terancam kehilangan sumber penghasilan utama mereka — hasil panen kopi yang selama ini menjadi tumpuan hidup.
“Kami hidup dari kebun. Kalau kebun dirusak begini, kami kehilangan pekerjaan,” ujar Suryani, seorang pemetik kopi yang setiap hari bekerja di JCE Kali Gedang, Rabu (15/10/2025).
Perusakan Terjadi Berulang Kali
Kebun kopi yang rusak merupakan bagian dari aset negara yang dikelola oleh pihak Java Coffee Estate di bawah pengawasan BUMN perkebunan. Tanaman yang tumbuh subur di kawasan Kali Gedang ini sudah memasuki usia produktif, siap untuk dipanen dan diolah menjadi kopi premium khas Bondowoso.
Namun, dalam hitungan bulan, kejadian serupa terus berulang. Batang-batang kopi yang seharusnya menghasilkan biji berkualitas malah ditebang tanpa ampun oleh pihak yang belum teridentifikasi.
“Perusakan seperti ini sudah terjadi tiga kali. Padahal kebun ini jadi sumber penghidupan bagi warga kami,” ungkap Sukarto, Kepala Desa Kali Gedang.
Menurut Sukarto, sebagian besar warga di desanya bekerja sebagai pemetik dan pengelola kebun kopi, baik secara langsung maupun sebagai buruh harian. Setiap musim panen, kebun JCE menjadi penggerak ekonomi desa, memutar roda kehidupan masyarakat dari hasil bumi yang mereka rawat dengan tangan sendiri.
Kini, setelah kebun rusak, banyak warga yang terpaksa menganggur dan kehilangan pendapatan.
Pukulan Berat bagi Perekonomian Desa
Perusakan kebun ini bukan hanya soal kehilangan aset negara, tetapi juga pukulan telak bagi ekonomi lokal. Di Kali Gedang, sektor perkebunan kopi sudah menjadi tulang punggung masyarakat selama bertahun-tahun.
“Banyak warga menggantungkan hidup dari kebun. Kalau kebun dirusak, otomatis ekonomi desa lumpuh,” ujar Sukarto lagi.
Selain petani dan pemetik, dampak juga dirasakan oleh pedagang kecil, pengangkut hasil kebun, hingga pelaku UMKM yang bergantung pada distribusi kopi JCE. Rantai ekonomi yang biasanya berputar dari hasil panen kini terhenti total.
Desakan dari DPR: Aparat Jangan Diam
Kasus ini mendapat perhatian serius dari Komisi VI DPR RI. Anggota DPR, Nashim Khan, menilai bahwa kejadian ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Ia mendesak aparat penegak hukum untuk segera bertindak tegas mengusut pelaku perusakan.
“Perusakan bukan sekadar soal pohon yang ditebang, tapi soal keadilan yang belum hadir. Kalau dibiarkan, ini bisa menimbulkan gejolak sosial,” tegas Nashim.
Menurutnya, penegakan hukum harus berjalan tanpa pandang bulu. Negara harus hadir untuk melindungi masyarakat kecil yang bergantung pada kebun tersebut.
Ia juga menyoroti bahwa dalam banyak kasus konflik agraria di Indonesia, lambatnya tindakan aparat justru memicu masalah baru. Karena itu, ia meminta kepolisian dan pemerintah daerah untuk memperkuat koordinasi dalam menangani persoalan di JCE Bondowoso.
Kopi Bondowoso, Kebanggaan yang Terluka
Bondowoso selama ini dikenal sebagai salah satu sentra kopi arabika terbaik di Indonesia. Daerah pegunungan yang sejuk dan tanah vulkanik subur menjadikan Bondowoso penghasil kopi dengan cita rasa khas dan kualitas ekspor.
Kopi dari kawasan Java Coffee Estate (JCE) bahkan telah menembus pasar internasional, menjadi salah satu komoditas unggulan yang mengangkat nama Bondowoso di dunia.
Namun, perusakan kebun ini bukan hanya merusak fisik tanaman, tapi juga melukai semangat dan kebanggaan masyarakat. Setiap pohon kopi yang tumbang berarti hilangnya hasil kerja keras petani selama bertahun-tahun.
“Kami ingin kebun ini dijaga, karena dari sinilah kami hidup,” kata Suryani lirih, menggambarkan harapan sederhana warga agar kebun mereka bisa kembali aman.
Polisi Diminta Turun Tangan dan Amankan Lahan
Kepala Desa Kali Gedang dan sejumlah tokoh masyarakat berharap agar Polres Bondowoso segera mengambil langkah konkret. Mereka meminta adanya pengamanan rutin di sekitar lokasi kebun untuk mencegah perusakan terulang kembali.
Selain itu, warga juga berharap pemerintah daerah bisa memberikan bantuan bibit baru agar lahan yang rusak bisa dipulihkan. Bagi mereka, kebun kopi bukan sekadar tanah pertanian, melainkan sumber kehidupan dan warisan untuk anak cucu.
“Kami tidak ingin konflik. Kami hanya ingin bisa menanam dan bekerja dengan tenang,” ujar Sukarto.
Seruan Keadilan untuk Petani Kecil
Kasus Bondowoso menjadi cermin bahwa keberlanjutan industri kopi Indonesia tidak hanya bergantung pada kualitas produksi, tetapi juga pada perlindungan terhadap petani kecil dan lahan produktif.
Perusakan seperti ini, jika dibiarkan, bukan hanya mengancam ekonomi lokal, tapi juga merusak kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Dibutuhkan langkah cepat, adil, dan tegas agar warga bisa kembali bekerja tanpa rasa takut, serta agar nama baik kopi Bondowoso tetap harum sebagai kebanggaan Nusantara.
Kesimpulan
Perusakan kebun kopi di Bondowoso menunjukkan betapa rentannya kehidupan petani kecil di tengah konflik lahan dan lemahnya pengawasan aset negara. Di balik batang-batang kopi yang tumbang, ada keluarga yang kehilangan nafkah, anak-anak yang kehilangan biaya sekolah, dan desa yang kehilangan denyut ekonominya.
Kini, masyarakat menanti jawaban — apakah keadilan akan hadir, atau mereka harus kembali menanam dalam ketidakpastian.
Cek juga artikel paling seru di rumahjurnal.online

