infowarkop.web.id JAKARTA — Pasar kopi dunia kembali memasuki fase pelemahan yang cukup dalam. Harga dua jenis kopi utama, yaitu arabika dan robusta, mencatat penurunan signifikan di bursa internasional. Kondisi ini menjadi sinyal bahwa pasar sedang mengalami kelebihan pasokan akibat produksi global yang meningkat tajam, terutama dari dua negara raksasa produsen kopi, Brasil dan Vietnam.
Di pasar berjangka, harga arabika dan robusta terus melanjutkan tren penurunan selama beberapa pekan terakhir. Penurunan ini membawa harga ke level terendah dalam beberapa bulan terakhir. Menurut data perdagangan, arabika mengalami koreksi paling tajam dalam hampir dua bulan, sementara robusta menyentuh titik terendah dalam lebih dari setengah tahun.
Pasokan Global Melimpah Tekan Harga Kopi
Salah satu penyebab utama ambruknya harga kopi dunia adalah proyeksi produksi yang meningkat di beberapa negara utama. Laporan terbaru dari lembaga pertanian internasional menunjukkan bahwa produksi kopi Brasil diperkirakan naik sekitar 0,5% secara tahunan, mencapai lebih dari 65 juta karung. Sementara itu, produksi kopi Vietnam diproyeksikan meningkat hampir 7%, menembus angka 31 juta karung.
Kenaikan produksi ini tidak hanya menambah suplai ke pasar global, tetapi juga menekan sentimen harga di bursa berjangka. Brasil, yang menjadi produsen arabika terbesar di dunia, saat ini memiliki panen yang melimpah berkat kondisi cuaca yang relatif stabil. Di sisi lain, Vietnam, sebagai produsen utama robusta, juga mencatat hasil panen yang lebih baik dari perkiraan setelah sempat terdampak musim kering panjang pada tahun sebelumnya.
Persediaan di Gudang Global Meningkat Tajam
Selain peningkatan produksi, jumlah persediaan kopi yang dipantau oleh bursa internasional juga meningkat signifikan. Stok kopi robusta yang tercatat di lembaga pengawas perdagangan komoditas global kini mencapai level tertinggi dalam delapan bulan terakhir. Hal serupa juga terjadi pada arabika, yang persediaannya naik ke titik tertinggi dalam hampir empat bulan.
Lonjakan stok ini menandakan pasar mengalami kelebihan pasokan. Dengan lebih banyak kopi tersimpan di gudang ekspor, harga di pasar internasional semakin sulit naik. Para pedagang besar menahan pembelian dalam jumlah besar karena menunggu harga stabil, sementara produsen kecil terpaksa menjual dengan harga lebih rendah untuk menutupi biaya operasional.
Prediksi Produksi di Amerika Latin Naik
Selain Brasil dan Vietnam, negara-negara lain seperti Honduras dan Kolombia juga diperkirakan mengalami peningkatan produksi. Honduras, misalnya, diprediksi mencatat kenaikan sekitar 5% dibanding tahun sebelumnya. Sementara di Brasil, beberapa lembaga riset bahkan menaikkan proyeksi hasil panen dari sebelumnya sekitar 62 juta karung menjadi lebih dari 65 juta.
Lembaga pemantau hasil panen di Brasil juga memperkirakan produksi total kopi tahun ini bisa mencapai 55 juta karung lebih, naik dari estimasi sebelumnya yang berada di kisaran 51 juta karung. Angka ini menambah tekanan terhadap harga karena pasokan global yang semakin melimpah.
Permintaan Lesu dan Tarif Impor Amerika
Kondisi pasar semakin diperburuk oleh melemahnya permintaan dari sejumlah negara konsumen besar. Beberapa perusahaan raksasa dunia seperti Starbucks, Hershey, dan Mondelez International melaporkan bahwa kebijakan tarif dasar Amerika Serikat sebesar 10% untuk impor bahan baku, termasuk kopi, telah menaikkan biaya dan menekan volume penjualan.
Dampaknya, permintaan ekspor dari negara produsen utama seperti Brasil, Vietnam, dan Indonesia mengalami perlambatan. Pelaku pasar khawatir bahwa kebijakan perdagangan semacam ini akan semakin membatasi pergerakan harga kopi di pasar global.
Cuaca Masih Jadi Faktor Penentu
Meskipun pasokan meningkat, beberapa wilayah produsen masih menghadapi risiko cuaca ekstrem. Di Brasil, curah hujan yang sangat rendah di daerah penghasil arabika membuat sebagian tanaman mengalami penurunan kualitas. Kondisi ini sempat memberi dukungan kecil bagi harga kopi di pasar berjangka, namun tidak cukup kuat untuk membalikkan tren penurunan secara keseluruhan.
Laporan meteorologi menunjukkan bahwa wilayah Minas Gerais, salah satu sentra utama kopi arabika, menerima curah hujan yang jauh di bawah rata-rata historis. Kekeringan ini menimbulkan kekhawatiran akan penurunan produktivitas jangka panjang, terutama jika kondisi ini terus berlanjut hingga musim berikutnya.
Ekspor Menurun dari Brasil dan Vietnam
Meskipun produksi meningkat, data ekspor justru menunjukkan tren menurun. Brasil, sebagai eksportir utama kopi dunia, mencatat penurunan pengiriman hingga hampir 30% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Total ekspor sepanjang awal tahun juga tercatat menurun lebih dari 15%.
Di sisi lain, Vietnam juga melaporkan penurunan ekspor hingga 17% akibat kekeringan yang melanda perkebunan robusta. Panen yang menurun sekitar 20% menjadikan hasil kopi tahun ini sebagai yang terendah dalam empat tahun terakhir. Asosiasi Kopi dan Kakao Vietnam bahkan memangkas perkiraan produksi dari sebelumnya 28 juta karung menjadi hanya sekitar 26 juta.
Petani Indonesia Ikut Tertekan
Kondisi ini tentu menjadi kabar buruk bagi petani kopi di Indonesia. Sebagai salah satu produsen kopi terbesar dunia, posisi Indonesia kini berada di peringkat keempat dengan total produksi sekitar 654 ribu ton, atau sekitar 6% dari total pasokan dunia.
Namun, karena harga global anjlok, petani lokal ikut terdampak. Harga jual di tingkat petani turun drastis, sementara biaya produksi terus meningkat. Para pelaku usaha di sektor kopi nasional mengaku sulit menjaga margin keuntungan di tengah tekanan pasar dunia.
Bandingkan dengan Brasil yang menguasai hampir 38% pangsa pasar global dengan produksi mendekati 4 juta ton per tahun. Vietnam berada di posisi kedua dengan 1,8 juta ton, disusul Kolombia yang memproduksi sekitar 770 ribu ton. Skala produksi Indonesia yang jauh lebih kecil membuat dampak dari fluktuasi harga dunia terasa lebih berat di tingkat petani.
Penutup
Kelebihan pasokan, melemahnya permintaan, serta ketidakpastian cuaca membuat pasar kopi global berada di posisi sulit. Meskipun beberapa faktor seperti cuaca kering di Brasil dapat sesekali menahan laju penurunan harga, tren jangka panjang tetap menunjukkan tekanan besar terhadap harga kopi dunia.
Bagi petani Indonesia, kondisi ini menjadi tantangan serius. Tanpa kebijakan yang mendukung stabilisasi harga dan penguatan daya saing ekspor, mereka berisiko terus merugi. Pasar kopi dunia kini seperti sedang menunggu keseimbangan baru — antara produksi yang melimpah dan konsumsi yang belum kembali pulih sepenuhnya.

Cek Juga Artikel Dari Platform radarbandung.web.id
