infowarkop.web.id Pasar kopi global tengah mengalami tekanan besar. Harga dua jenis kopi utama dunia, Robusta dan Arabika, kompak turun dan menembus zona merah. Penurunan ini menjadi sinyal bahwa pasokan global kembali melimpah sementara permintaan masih stagnan.
Di bursa perdagangan internasional, pergerakan harga menunjukkan tren menurun hampir di semua kontrak berjangka. Para pelaku pasar mencatat, Robusta mengalami koreksi paling tajam hingga menyentuh level penurunan 2,47 persen. Arabika ikut terkoreksi, meski dengan angka yang lebih ringan di kisaran 0,04–0,35 persen.
Sementara itu, harga kopi domestik di beberapa negara produsen besar seperti Vietnam juga turun signifikan. Rata-rata penurunan di tingkat petani mencapai 1.700–2.000 dong per kilogram. Kondisi ini menambah tekanan terhadap pasar kopi internasional yang sebelumnya sempat menguat dalam beberapa pekan terakhir.
Robusta Terjun Bebas di Bursa Dunia
Kopi Robusta yang biasanya lebih stabil kini justru menjadi yang paling terpukul. Harga kontrak berjangka untuk pengiriman terdekat turun tajam hingga menyentuh 4.468 dolar AS per ton. Angka itu turun 113 dolar atau sekitar 2,47 persen dibandingkan posisi sebelumnya.
Kontrak berikutnya juga mencatat penurunan yang cukup seragam. Pengiriman untuk periode selanjutnya berada di kisaran 4.309 dolar per ton, turun 105 dolar atau 2,38 persen. Untuk pengiriman jangka menengah, seperti kontrak Januari tahun berikutnya, harga turun menjadi 4.238 dolar per ton, melemah 96 dolar atau sekitar 2,22 persen.
Penurunan berlanjut pada kontrak jangka panjang. Harga pengiriman Maret berada di level 4.180 dolar per ton setelah anjlok 91 dolar, atau sekitar 2,13 persen. Sedangkan kontrak pengiriman paling akhir tercatat di 4.137 dolar per ton, melemah 88 dolar atau 2,08 persen.
Arabika Juga Ikut Melemah
Tidak hanya Robusta, jenis kopi Arabika juga menunjukkan pelemahan. Meski tidak sedalam Robusta, tren penurunan Arabika tetap menjadi perhatian pasar. Penurunan harga Arabika terutama disebabkan oleh faktor cuaca dan peningkatan suplai dari Amerika Selatan yang memasuki puncak panen.
Kondisi cuaca yang lebih baik di Brasil dan Kolombia membuat hasil panen Arabika meningkat tajam. Di sisi lain, permintaan global belum pulih sepenuhnya karena konsumsi kopi di beberapa negara Eropa dan Asia masih menurun akibat inflasi yang menekan daya beli masyarakat.
Faktor Penyebab Penurunan Harga
Beberapa analis pasar menyebut, penurunan harga kopi kali ini bukan hanya karena faktor pasokan. Fluktuasi nilai tukar dolar AS terhadap mata uang lain juga turut memengaruhi harga. Ketika dolar menguat, harga komoditas berbasis dolar seperti kopi cenderung menurun karena menjadi lebih mahal bagi pembeli dari luar negeri.
Selain itu, pasar juga merespons laporan bahwa stok kopi di gudang ekspor utama meningkat drastis. Volume kopi yang tersimpan di pelabuhan-pelabuhan besar dunia mencapai titik tertinggi dalam dua tahun terakhir. Kondisi ini memperkuat tekanan jual di pasar berjangka.
Investor dan pedagang besar juga mengambil langkah hati-hati. Mereka lebih memilih menunggu arah pasar sebelum melakukan pembelian dalam jumlah besar. Akibatnya, volume perdagangan turun, dan harga terus tertekan.
Dampak ke Pasar Domestik
Di tingkat domestik, terutama di negara-negara produsen seperti Vietnam, Indonesia, dan Brasil, harga kopi juga ikut menurun. Petani di Vietnam melaporkan harga beli di tingkat kebun turun 1.700–2.000 dong per kilogram. Kondisi serupa juga dirasakan di sebagian wilayah Indonesia, terutama Lampung dan Sumatera Selatan.
Meski penurunan harga global kerap terjadi menjelang akhir panen raya, kali ini situasinya terasa lebih berat. Biaya produksi yang naik akibat pupuk mahal dan ongkos logistik tinggi membuat margin keuntungan petani semakin tipis.
Para eksportir mulai mengkalkulasi ulang nilai jual agar tetap kompetitif di pasar internasional. Sebagian pelaku industri juga menahan stok karena berharap harga akan kembali naik dalam beberapa pekan mendatang. Namun, banyak analis menilai pemulihan harga belum akan terjadi dalam waktu dekat.
Pandangan Analis Pasar
Menurut analis komoditas dari Asia Commodity Review, tren penurunan harga kopi ini bisa berlanjut bila tidak ada intervensi dari sisi permintaan. “Kelebihan pasokan dan pelemahan ekonomi global menjadi kombinasi yang membuat harga kopi sulit naik dalam jangka pendek,” ujarnya.
Namun, ada juga potensi pemulihan pada kuartal berikutnya. Jika permintaan dari Amerika Serikat dan Eropa mulai meningkat seiring turunnya inflasi, harga bisa berbalik menguat. Faktor cuaca ekstrem di Brasil juga masih bisa menjadi pemicu volatilitas baru di pasar kopi dunia.
Prediksi ke Depan
Dalam jangka menengah, para pelaku pasar memperkirakan harga Robusta akan bergerak di kisaran 4.100–4.500 dolar AS per ton. Untuk Arabika, harganya diperkirakan stabil di rentang 190–200 sen per pon. Namun, semua prediksi ini sangat bergantung pada data panen global, kondisi cuaca, dan pergerakan nilai tukar dolar.
Sementara itu, petani dan eksportir di Asia diimbau untuk tetap waspada terhadap fluktuasi pasar. Diversifikasi produk, seperti menjual kopi olahan atau biji sangrai premium, dapat menjadi strategi bertahan di tengah penurunan harga global.
Penutup
Kopi tetap menjadi salah satu komoditas paling berpengaruh di pasar dunia. Fluktuasi harga seperti yang terjadi saat ini menunjukkan betapa sensitifnya industri kopi terhadap perubahan iklim, ekonomi global, dan dinamika pasar. Bagi para petani dan pelaku industri, saatnya beradaptasi dengan strategi baru agar bisa bertahan di tengah tekanan harga yang tidak menentu.

Cek Juga Artikel Dari Platform zonamusiktop.com
