Menjemput Kabut dan Aroma Kopi

infowarkop.web.id, Di kaki Gunung Merbabu, ada sebuah tempat di mana kabut tipis bergelayut setiap pagi, diiringi kicau burung dan aroma kopi segar yang menyeruak dari kebun. Tempat itu bernama Kampoeng Kopi Banaran, berlokasi di Desa Asinan, Kecamatan Bawen, Kabupaten Semarang.

Dengan suhu sekitar 24 derajat celcius, kawasan ini menjadi oase bagi mereka yang mencari ketenangan. Dari kejauhan, permukaan Danau Rawa Pening memantulkan cahaya keemasan, menambah nuansa magis bagi siapa pun yang singgah.


Pesona yang Membumi

Setiap akhir pekan, ratusan pengunjung datang berduyun-duyun. Mereka bukan hanya mencari tempat rekreasi, tetapi pengalaman yang lebih dalam—sebuah perjalanan menemukan harmoni antara alam, budaya, dan kehidupan sosial.

Budi Sujarwadi, warga Semarang, menyebut kawasan ini sebagai “Puncak-nya orang Semarang.”

“Selain adem, alami, dan pemandangannya indah, suasana tradisional Jawa terasa kental. Modern, tapi tidak berlebihan,” ujarnya.


Lebih dari Sekadar Wisata

Kampoeng Kopi Banaran bukan sekadar destinasi, tetapi juga simbol pemberdayaan. Dikelola oleh PTPN I Regional 3, kawasan ini menjadi contoh sinergi antara bisnis negara dan kehidupan sosial masyarakat.

General Manager, Mohammad Sunhaji, menegaskan bahwa profit bukan satu-satunya tujuan.

“Sebagai BUMN, kami punya tanggung jawab moral. Profit penting, tetapi harus beresonansi dengan kehidupan masyarakat sekitar,” katanya.


Masyarakat sebagai Ruh Kawasan

Filosofi ini diwujudkan lewat pelibatan sekitar 300 warga lokal, baik sebagai pekerja tetap maupun musiman. Mereka tidak hanya mengisi posisi teknis, tetapi menjadi denyut nadi kawasan wisata.

“Tempat ini harus tumbuh bersama masyarakat. Keramahan dan kesederhanaan warga justru menjadi kekuatan utama Kampoeng Kopi Banaran,” tambah Sunhaji.


Cerita dari Sugeng, Petani Tangguh

Filosofi pemberdayaan ini nyata dirasakan oleh Sugeng, petani berusia 65 tahun. Seusai musim tanam, ia bekerja sebagai tenaga lepas di kawasan wisata ini.

“Setelah tandur selesai kan nggak ada kerjaan. Sawah saya kecil, jadi kerja serabutan. Adanya Kampoeng Kopi Banaran sangat membantu. Saya bisa dapat rezeki tambahan untuk keluarga,” ucapnya sambil tersenyum.

Kisah Sugeng membuktikan bahwa keberadaan destinasi wisata bisa memberi napas baru bagi ekonomi desa, bukan hanya bagi pengelola, tapi juga bagi masyarakat yang hidup di sekitarnya.


Kesimpulan

Kampoeng Kopi Banaran adalah lebih dari sekadar wisata agro. Ia adalah ruang belajar tentang bagaimana alam, bisnis, dan masyarakat bisa berjalan seirama. Setiap cangkir kopi di sini bukan hanya menyuguhkan rasa, melainkan juga cerita pemberdayaan.

Di sinilah, kopi bukan sekadar komoditas, tetapi identitas, kebanggaan, dan filosofi hidup yang menyatukan masyarakat dengan bumi tempat mereka berpijak.

Cek jgua artikel terbaru dari

Cek juga artikel paling lengkap dan baru di faktagosip.web.id

By mimin