infowarkop.web.id BANDAR LAMPUNG — Lampung kini memasuki masa panen raya kopi robusta. Hasil panen melimpah, tetapi harga jual justru turun tajam. Kondisi ini membuat banyak petani cemas, karena keuntungan mereka ikut tergerus.
Harga kopi robusta di pasar global melemah akibat pasokan berlebih. Di terminal komoditas London, harga hanya sekitar 3.590 dolar AS per ton atau setara Rp 58 juta. Padahal beberapa bulan lalu, harga sempat berada di atas 5.000 dolar AS per ton.
Harga di Tingkat Petani Menurun
Di Lampung, harga kopi asalan atau green bean kini hanya Rp 50.000–Rp 52.000 per kilogram. Tahun lalu, angkanya bisa mencapai Rp 70.000–Rp 75.000. Penurunan juga terjadi pada kopi petik merah yang kini dijual Rp 70.000–Rp 75.000 per kilogram, padahal sebelumnya bisa menembus Rp 100.000.
Harga yang rendah membuat banyak petani kesulitan. Mereka harus menjual hasil panen demi memenuhi kebutuhan, meskipun tidak mendapat keuntungan besar.
Petani Merasa Tertekan
Feri Elpison, petani dari Kecamatan Pulau Panggung, mengatakan penurunan harga ini terasa berat. Menurutnya, meski panen bagus, pendapatan justru menurun. Ia menjelaskan bahwa harga turun sejak beberapa bulan lalu karena pasokan global meningkat.
“Informasi yang kami terima, produksi di Brasil naik besar-besaran. Karena itu, harga dunia ikut jatuh, dan otomatis harga di sini pun ikut turun,” jelas Feri.
Dampak Pasokan Global
Brasil memang berperan besar dalam pasar kopi dunia. Setiap kenaikan panen di sana selalu memicu penurunan harga internasional. Tahun ini, kondisi cuaca yang baik membuat hasil panen Brasil melimpah. Dampaknya langsung terasa bagi negara produsen lain, termasuk Indonesia.
Kelebihan pasokan membuat harga global jatuh, dan petani kecil paling terdampak. Mereka sulit menentukan waktu jual karena kebutuhan ekonomi memaksa untuk segera melepas hasil panen.
Upaya dan Harapan Petani
Petani berharap pemerintah hadir memberikan solusi. Koperasi tani bisa menjadi cara untuk memperkuat posisi tawar. Dengan sistem kolektif, harga bisa dinegosiasikan lebih baik.
Beberapa petani muda mulai berinovasi dengan menjual kopi olahan sendiri. Mereka memanfaatkan media sosial dan e-commerce untuk menjangkau pembeli langsung. Cara ini membantu menjaga nilai jual, meski skalanya belum besar.
Perlu Dukungan Nyata
Pemerintah daerah diminta memperluas pelatihan pemasaran digital dan pengolahan pasca-panen. Dengan kemampuan itu, petani bisa menjual produk bernilai tambah, bukan sekadar bahan mentah. Dukungan seperti akses modal dan informasi harga real-time juga penting agar petani tidak tertinggal.
Para pengamat pertanian menilai transparansi harga bisa menjadi kunci. Jika petani tahu harga pasar global secara langsung, mereka dapat menyesuaikan strategi penjualan dengan lebih bijak.
Kopi Lampung Tetap Jadi Andalan
Meski harga menurun, semangat petani Lampung tidak surut. Kopi robusta tetap menjadi kebanggaan daerah karena cita rasanya yang khas dan permintaan pasar yang stabil. Dengan dukungan yang tepat, para petani yakin bisa bertahan di tengah tekanan harga global.

Cek Juga Artikel Dari Platform dapurkuliner.com
